ALIH
FUNGSI LAHAN TERHADAP
KETAHANAN
PANGAN DI INDONESIA
OLEH
I KOMANG SAPTA
DIPAYANA (1214031031)
JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2014
KATA PENGANTAR
Om
Swastyastu,
Puja dan puji syukur dipanjatkan
kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa. Karena atas berkat
rahmatnyalah penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Alih Fungsi Lahan Terhadap Ketahanan Pangan
di Indonesia tepat pada waktunya. Makalah ini disusun sebagai tugas dalam
mata perkuliahan Geografi Pertanian.
Makalah ini memberikan beberapa
materi yang menyajikan tentang betapa berbahayanya alih fungsi lahan terhadap
ketahanan pangan.
Diharapkan, semoga
makalah ini bisa memberi manfaat dan informasi yang menunjang untuk kelancaran
perkuliahan.
Om Santih
Santih Santih Om.
Singaraja,
21 November 2014
Penulis
DAFTAR
ISI
Bab 1 Pendahuluan........................................................................................ 1
1.1 Latar
Belakang......................................................................................... 1
1.2 Rumusan
Masalah.................................................................................... 2
1.3 Tujuan...................................................................................................... 2
1.4 Manfaat.................................................................................................... 2
1.4.1 Secara
teoritis................................................................................ 2
1.4.2 Secara
praktis................................................................................ 2
Bab 2 Isi dan
Pembahasan............................................................................. 3
2.1 Faktor
yang mempengaruhi alih fungsi lahan di Indonesia.................... 3
2.2 dampak
dari alih fungsi lahan terhadap ketahanan pangan di Indonesia 4
2.3 agar
tidak terjadi alih fungsi lahan di Indonesia..................................... 5
Bab 3 Penutup............................................................................................... 9
3.1 Kesimpulan.................................................................................... ........ 9
3.2 Saran....................................................................................................... 9
Daftar Pustaka............................................................................................... 10
BAB
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Geografi Pertanian
merupakan cabang dari studi geografi,
dimana dalam geografi mempelajari tentang persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dengan sudut pandang kelingkungan
dan kewilayahan dalam konteks keruangan. Pertanian merupakan fenomena geosfer.
Sebagai suatu fenomena (gejala), pertanian terbentuknya karena adanya proses
interaksi antara kelompok elemen fisik (seperti tanah, air, iklim, tumbuhan,
binatang) dan kelompok elemen manusia (Sriartha, 2000).
Jadi dapat disimpulkan Geografi Pertanian adalah
studi geografi yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena pertanian di
permukaan bumi dengan menggunakan pendekatan kelingkungan, kewilayahan dalam
konteks keruangan.
Alih fungsi lahan
adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya
semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang menjadi dampak
negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Alih
fungsi lahan juga dapat diartikan sebagai perubahan untuk penggunaan lain
disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk
memenuhi kebutuhan penduduk yang makin bertambah jumlahnya dan meningkatnya
tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik.
Menurut UU No. 18/2012 tentang Pangan dituliskan
Ketahanan Pangan adalah "kondisi
terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari
tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam,
bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama,
keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif
secara berkelanjutan".
Sekarang di Indonesia, lahan yang biasanya digunakan
untuk lahan pertanian dialih fungsikan menjadi lahan industri, bangunan, dan
lainnya sehingga menyebabkan ketahanan pangan tidak bisa terpenuhi.
Maka dari itu, dibuat makalah yang berjudul Alih Fungsi Lahan Terhadap Ketahanan Pangan
di Indonesia yang nantinya dapat diminimalisir dampak dari kegiatan alih
fungsi lahan ini agar nantinya ketahanan pangan bisa tercukupi maupun lebih di
Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1
Apa faktor yang mempengaruhi alih fungsi
lahan di Indonesia ?
1.2.2
Bagaimana dampak dari alih fungsi lahan terhadap
ketahanan pangan di Indonesia?
1.2.3
Bagaimana solusi agar tidak terjadi alih
fungsi lahan di Indonesia ?
1.3 Tujuan
1.3.1
Mengetahui faktor apa saja yang
mempengaruhi alih fungsi lahan di Indonesia.
1.3.2
Memahami dampak dari alih fungsi lahan
terhadap ketahanan pangan di Indonesia.
1.3.3
Memahami solusi agar tidak terjadi alih
fungsi lahan di Indonesia.
1.4 Manfaat
1.4.1
Secara Teoritis
Diharapkan memberikan pengetahuan lebih terhadap
bahaya akan alih fungsi lahan dan untuk dapat memahami konsep yang telah
diberikan selama perkuliahan di kampus.
1.4.2
Secara Praktis
Sesuai
dengan pengetahuan yang telah diperoleh, mahasiswa lebih mengetahui
perkembangan pertanian.
BAB
2
ISI
DAN PEMBAHASAN
2.1 Faktor yang Mempengaruhi Alih
Fungsi Lahan di Indonesia
Proses
alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan nonpertanian yang terjadi disebabkan
oleh beberapa faktor. Ada tiga faktor penting yang menyebabkan terjadinya alih
fungsi lahan sawah yaitu:
- Faktor Eksternal
Merupakan faktor yang disebabkan
oleh adanya dinamika pertumbuhan perkotaan, demografi maupun ekonomi.
- Faktor Internal
Faktor ini lebih melihat sisi yang
disebabkan oleh kondisi sosial-ekonomi rumah tangga pertanian pengguna lahan.
- Faktor Kebijakan
Yaitu aspek regulasi yang
dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun daerah yang berkaitan dengan perubahan
fungsi lahan pertanian. Kelemahan pada aspek regulasi atau peraturan itu
sendiri terutama terkait dengan masalah kekuatan hukum, sanksi pelanggaran, dan
akurasi objek lahan yang dilarang dikonversi.
- Faktor lain penyebab alih fungsi lahan pertanian terutama ditentukan oleh :
1. Rendahnya nilai sewa tanah lahan sawah yang berada disekitar
pusat pembangunan dibandingkan dengan nilai sewa tanah untuk pemukiman dan
industri.
2. Lemahnya fungsi kontrol dan
pemberlakuan peraturan oleh lembaga terkait.
3. Semakin menonjolnya tujuan jangka
pendek yaitu memperbesar pendapatan asli daerah (PAD) tanpa mempertimbangkan
kelestarian sumberdaya alam di era otonomi.
Faktor
penyebab alih fungsi dari sisi eksternal dan internal petani, yakni tekanan
ekonomi pada saat krisis ekonomi. Hal tersebut menyebabkan banyak petani
menjual asetnya berupa sawah untuk memenuhi kebutuhan hidup yang berdampak
meningkatkan alih fungsi lahan sawah dan makin meningkatkan penguasaan lahan
pada pihak-pihak pemilik modal. Alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan nonpertanian
karena pesatnya pembangunan dianggap sebagai salah satu penyebab utama
menurunnya pertumbuhan produksi padi.
2.2 Dampak dari Alih Fungsi Lahan
Terhadap Ketahanan Pangan di Indonesia
Dampak akibat
dari alih fungsi lahan pertanian membuat resapan air berkurang. Salah satunya
adalah terjadinya semacam gangguan pada aspek lingkungan seperti pada saat air
pasang atau setelah hujan lebat maka di berbagai titik akan tergenang. Hal
tersebut berakibat pada terganggunya aktivitas masyarakat dalam melakukan aktivitasnya
sehari-hari, bahkan jika kejadian tersebut terjadi dengan skala yang lebih
besar maka dapat melumpuhkan kegiatan perekonomian kota.
Selain itu, terdapat dampak yang
berupa aspek fisik dan kimia, aspek biologis,aspek sosial-ekonomi dan aspek
sosial-budaya.
Dampak
terhadap sifat fisik dan kimia dirasakan pada proses alih fungsi lahan
pertanian adalah pada dampak kepada air dan tanah. Pembangunan yang sembarangan
dapat membuat air tercemar. Sifat fisik kualitas air meliputi parameter warna, bau,
temperatur, benda padat, dan lain-lain. Selain itu semakin banyak perumahan
juga akan berdampak kepada ketersediaan air tanah karena apabila air tanah
terus di gunakan secara terus menerus maka akan membuat tanah terutama tanah
rawa yang lempung dengan mudah menjadi amblas atau terjadi penurunan tanah.
Dampak
Biologis secara mudahnya dapat di artikan dampak yang berpengaruh langsung
kepada jenis flora dan fauna. Dampak biologis dapat mempengaruhi kelangsungan
sebuah ekosistem dan biasanya sangat erat hubungannya dengan terjadinya dampak
atau perubahan pada tata guna tanah.
Pembangunan
suatu proyek di maksudkan untuk meningkatkan sosial-ekonomi sehingga secara
teoritis berdampak positif kepada masyarakat. Namun demikian tidak mesti jika
sosial-ekonominya baik akan berdampak baik juga bagi masyarakat. Sehingga
apabila aspek ekonomi baik tetapi aspek
sosial-budaya, fisik dan biologisnya buruk akan berdampak negatif pada
aspek ekonominya.
Dampak
sosial budaya yang berpengaruh dari dampak alih fungsi lahan ini adalah
berpindahnya pola masyarakat yang sebelumnya agraris menjadi lebih ke bidang
industri, perdagangan dan sebagainya. Masyarakat kebanyakan memiliki budaya
sebagai pedagang dan petani. Jika lahan pertanian mengalami banyak alih fungsi
lahan maka kekhawatiran yang timbul adalah bahwa semakin sedikit orang yang
bekerja di bidang tersebut dan hal itu
dapat menimbulkan kelangkaan atau kekurangan sumber daya pada pangan dan yang
lebih penting lagi adalah kekhawatiran akan hilangnya budaya agraris yang
menjadi ciri khas masyarakat yang ada di wilayah Banjarmasin.
Alih
fungsi lahan pertanian yang tidak memperhatikan aspek lingkungan mempunyai
dampak yang besar terhadap aspek fisik, kimia, biologis, sosial-ekonomi dan
sosial-budaya. Selain itu dapat menggangu sistem filter kualitas air, dan ruang
bagi penyangga banjir. Oleh karena itu, sebelum melakukan suatu pembangunan
yang beresiko menimbulkan dampak yang besar bagi lingkungan, terlebih dahulu
kita buat kajian mengenai Amdal supaya dapat di pertanggung jawabkan.
2.3 Solusi Agar Tidak Terjadi Alih
Fungsi Lahan di Indonesia
Adapun
solusi yang diberikan diantaranya :
- Peraturan Kebijakan
- Partisipasi masayarakat
ü Peraturan Kebijakan
Upaya pengendaliannya tidak mungkin hanya dilakukan melalui
satu pendekatan saja. Mengingat nilai keberadaan lahan pertanian bersifat multi
fungsi, maka keputusan untuk melakukan pengendaliannya harus memperhitungkan
berbagai aspek yang melekat pada eksistensi lahan itu sendiri. Hal tersebut
mengingat lahan yang ada mempunyai nilai yang berbeda, baik ditinjau dari segi
jasa yang dihasilkan maupun beragam fungsi yang melekat di dalamnya.
Sehubungan dengan isu di atas, Pearce and Turner (1990)
merekomendasikan tiga pendekatan secara bersamaan dalam kasus pengendalian alih
fungsi lahan sawah yaitu melalui :
(1) regulation;
(2) acquisition
and management; dan
(3) incentive and charge.
Uraian singkat dari ketiga pendekatan tersebut adalah
sebagai berikut :
1. Regulation. Melalui pendekatan ini pengambil
kebijakan perlu menetapkan sejumlah aturan dalam pemanfaatan lahan yang ada.
Berdasarkan berbagai pertimbangan teknis, ekonomis, dan sosial, pengambil
kebijakan bias melakukan pewilayahan (zoning) terhadap lahan yang ada
serta kemungkinan bagi proses alih fungsi. Selain itu, perlu mekanisme
perizinan yang jelas dan transparan dengan melibatkan semua pemangku
kepentingan yang ada dalam proses alih fungsi lahan. Dalam tatanan praktisnya,
pola ini telah diterapkan pemerintah melalui penetapan Rencana Tata Ruang
Wilayah dan pembentukan Tim Sembilan di tingkat kabupaten dalam proses alih
fungsi lahan. Sayangnya, pelaksanaan di lapang belum sepenuhnya konsisten
menerapkan aturan yang ada.
2. Acquisition and Management. Melalui pendekatan ini
pihak terkait perlu menyempurnakan sistem dan aturan jual beli lahan serta
penyempurnaan pola penguasaan lahan (land tenure system) yang ada guna
mendukung upaya ke arah mempertahankan keberadaan lahan pertanian.
3. Incentive and Charges. Pemberian subsidi kepada
para petani yang dapat meningkatkan kualitas lahan yang mereka miliki, serta
penerapan pajak yang menarik bagi yang mempertahankan keberadaan lahan
pertanian, merupakan bentuk pendekatan lain yang disarankan dalam upaya
pencegahan alih fungsi lahan pertanian. Selain itu, pengembangan prasarana yang
ada lebih diarahkan untuk mendukung pengembangan kegiatan budidaya pertanian
berikut usaha ikutannya.
Mengingat selama ini penerapan perundang-undangan dan
peraturan pengendalian alih fungsi lahan kurang berjalan efektif serta berpijak
pada acuan pendekatan pengendalian sebagaimana dikemukakan di atas, maka perlu
diwujudkan suatu kebijakan alternatif.
Kebijakan alternatif tersebut diharapkan mampu memecahkan
kebuntuan pengendalian alih fungsi lahan sebelumnya. Adapun komponennya antara
lain instrumen hukum dan ekonomi, zonasi, dan inisiatif masyarakat. Instrumen
hukum meliputi penerapan perundang-undangan dan peraturan yang mengatur
mekanisme alih fungsi lahan. Sementara itu, instrumen ekonomi mencakup
insentif, disinsentif, dan kompensasi. Kebijakan pemberian insentif diberikan
kepada pihak-pihak yang mempertahankan lahan dari alih fungsi. Pola pemberian
insentif ini antara lain dalam bentuk keringanan pajak bumi dan bangunan (PBB)
serta kemudahan sarana produksi pertanian (Isa, 2006).
Sebaliknya, disinsentif diberikan kepada pihak-pihak yang
melakukan alih fungsi lahan yang implementasinya berlawanan dengan
perundang-undangan dan peraturan yang berlaku. Sementara itu, kompensasi
ditujukan untuk pihak-pihak yang dirugikan akibat alih fungsi lahan untuk
kegiatan pembangunan, atau yang mencegah terjadinya alih fungsi demi
kelestarian lahan sebagai sumber produksi pertanian (pangan). Dengan kata lain,
penerapan instrumen-instrumen tersebut berkaitan dengan pemberian penghargaan
dan sangsi pelanggaran (reward and punishment).
ü Partisipasi Mayarakat
Pelibatan masyarakat seharusnya tidak hanya terpaut pada
fenomena di atas, namun mencakup segenap lapisan pemangku kepentingan. Strategi
pengendalian alih fungsi lahan pertanian yang patut dijadikan pertimbangan
adalah yang bertumpu pada masyarakat artinya, masyarakat adalah tumpuan dalam
bentuk partisipasi dalam pengendalian alih fungsi lahan pertanian.
Pemangku kepentingan dapat didefinisikan sebagai individu,
masyarakat, atau organisasi yang secara potensial dipengaruhi oleh suatu kegiatan
atau kebijakan (Race and Millar, 2006). Dengan kata lain, pemangku kepentingan
mencakup pihak-pihak yang terlibat secara langsung atau tidak langsung dan
memperoleh manfaat atau sebaliknya dari suatu proses pengambilan keputusan.
Dalam konteks alih fungsi lahan, pemangku kepentingan
mencakup empat pilar eksistensi sosial kemasyarakatan, yaitu pemerintah dengan
jajaran instansinya, masyarakat dengan lapisan sosialnya, sektor swasta dengan
korporasi usahanya, dan LSM dengan kelompok institusinya. Keempat pilar
tersebut harus memiliki unsur kesamaan persepsi, jalinan komitmen, keputusan
kolektif, dan sinergi aktivitas. Tanpa eksistensi keempat pilar di atas, sulit
rasanya untuk melaksanakan peraturan-peraturan yang ada selama ini muatannya
sudah cukup komprehensif dalam pengendalian alih fungsi lahan. Akan tetapi,
identifikasi pemangku kepentingan harus dilakukan terlebih dahulu, yakni
menyangkut dengan keberadaan, keterlibatan, peran, dan imbas pengaruhnya.
Metode untuk mengetahui dan mengidentifikasi partisipasi masyarakat dalam
konteks alih fungsi lahan pertanian ini adalah pemahaman terhadap eksistensi
pemangku kepentingan.
Paling tidak ada tiga tipologi partisipasi masyarakat yang
dianggap sesuai dengan strategi pengendalian alih fungsi lahan pertanian, yaitu
partisipasi konsultatif, interaktif, dan fungsional. Partisipasi konsultatif
adalah dalam bentuk konsultasi dengan pihak luar (external agent),
dimana masalah dan solusinya didefinisikan oleh pihak luar terkait. Partisipasi
interaktif yaitu dalam kerangka analisis kolektif yang ditujukan untuk
perumusan program aksi. Sementara itu, partisipasi fungsional yakni partisipasi
dengan membentuk kelompok guna mencapai tujuan kegiatan. Implementasinya, peran
sentral tipologi partisipasi tersebut masing-masing adalah Bappeda (partisipasi
konsultatif), proyek rintisan (partisipasi interaktif), dan forum pemangku
kepentingan (partisipasi fungsional).
BAB
III
PENUTUP
1.1
Kesimpulan
Ada
tiga Faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan di Indonesia diantaranya
1. Faktor Eksternal.
2. Faktor Internal.
3. Faktor Kebijakan.
Dampak
dari alih fungsi lahan terhadap ketahanan pangan di Indonesia yaitu Terdapat dampak yang berupa aspek
fisik dan kimia, aspek biologis, aspek sosial-ekonomi dan aspek sosial-budaya.
Solusi
agar tidak terjadi alih fungsi lahan di Indonesia diantaranya :
1.
Peraturan dan kebijakan.
2.
Partisipasi masyarakat.
1.2
Saran
Diharapkan
user dapat menggunakan untuk menambah
referensi tentang alih fungsi lahan.
DAFTAR
PUSTAKA
Sriartha, I Putu. 2000. Buku Ajar Pengantar Geografi Pertanian. STKIP,
Singaraja.
Pearce, Turner, 1990, Economics of Natural
Resources and The Environment, Harvester Wheatsheaf.
Race, Digby & Millar, Joanne. 2006. Training
Manual:Social and Community Dimensions of ACIAR Projects. Australian
Center for International Agricultural Research – Institute for Land, Water, and
Society of Charles Sturt University, Australia.
UU No. 18. 2012. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012
Tentang Pangan. Republik Indonesia. Alamat. ppvt.setjen.pertanian.go.id /ppvtpp/files/61UU182012.
pdf. Diakses pada 26 November 2014.
Isa. Iwan (2006). Strategi Pengendalian Alih
Fungsi Lahan Pertanian. Prosiding Seminar Multifungsi dan Revitalisasi
Pertanian (Multifunctionality and Revitalization of Agriculture), Balai Penelitian
Tanah Badan Litbang Pertanian – Kementerian Pertanian – Republik Indonesia.