Rabu, 11 Februari 2015

ALIH FUNGSI LAHAN TERHADAP KETAHANAN PANGAN DI INDONESIA





ALIH FUNGSI LAHAN TERHADAP
KETAHANAN PANGAN DI INDONESIA




OLEH
                          I KOMANG SAPTA DIPAYANA  (1214031031)
                         





JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2014



KATA PENGANTAR

Om Swastyastu,
Puja dan puji syukur dipanjatkan kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa. Karena atas berkat rahmatnyalah penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Alih Fungsi Lahan Terhadap Ketahanan Pangan di Indonesia tepat pada waktunya. Makalah ini disusun sebagai tugas dalam mata perkuliahan Geografi Pertanian.
Makalah ini memberikan beberapa materi yang menyajikan tentang betapa berbahayanya alih fungsi lahan terhadap ketahanan pangan.
Diharapkan, semoga makalah ini bisa memberi manfaat dan informasi yang menunjang untuk kelancaran perkuliahan.
Om Santih Santih Santih Om.


                                                                                   Singaraja, 21 November 2014


                                                                                                 Penulis













DAFTAR ISI

Bab 1 Pendahuluan........................................................................................ 1
1.1  Latar Belakang......................................................................................... 1
1.2  Rumusan Masalah.................................................................................... 2
1.3  Tujuan...................................................................................................... 2
1.4  Manfaat.................................................................................................... 2
1.4.1     Secara teoritis................................................................................ 2
1.4.2     Secara praktis................................................................................ 2
Bab 2 Isi dan Pembahasan............................................................................. 3
2.1    Faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan di Indonesia.................... 3
2.2    dampak dari alih fungsi lahan terhadap ketahanan pangan di               Indonesia                      4
2.3    agar tidak terjadi alih fungsi lahan di Indonesia..................................... 5
Bab 3 Penutup............................................................................................... 9
3.1  Kesimpulan.................................................................................... ........ 9
3.2  Saran....................................................................................................... 9
Daftar Pustaka............................................................................................... 10















BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Geografi  Pertanian merupakan cabang dari studi  geografi, dimana dalam geografi mempelajari tentang persamaan dan perbedaan  fenomena geosfer dengan sudut pandang kelingkungan dan kewilayahan dalam konteks keruangan. Pertanian merupakan fenomena geosfer. Sebagai suatu fenomena (gejala), pertanian terbentuknya karena adanya proses interaksi antara kelompok elemen fisik (seperti tanah, air, iklim, tumbuhan, binatang) dan kelompok elemen manusia (Sriartha, 2000).
Jadi dapat disimpulkan Geografi Pertanian adalah studi geografi yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena pertanian di permukaan bumi dengan menggunakan pendekatan kelingkungan, kewilayahan dalam konteks keruangan.
Alih fungsi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang menjadi dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Alih fungsi lahan juga dapat diartikan sebagai perubahan untuk penggunaan lain disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin bertambah jumlahnya dan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik.
Menurut UU No. 18/2012 tentang Pangan dituliskan Ketahanan Pangan adalah "kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan".
Sekarang di Indonesia, lahan yang biasanya digunakan untuk lahan pertanian dialih fungsikan menjadi lahan industri, bangunan, dan lainnya sehingga menyebabkan ketahanan pangan tidak bisa terpenuhi.
Maka dari itu, dibuat makalah yang berjudul Alih Fungsi Lahan Terhadap Ketahanan Pangan di Indonesia yang nantinya dapat diminimalisir dampak dari kegiatan alih fungsi lahan ini agar nantinya ketahanan pangan bisa tercukupi maupun lebih di Indonesia.
1.2  Rumusan Masalah
1.2.1        Apa faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan di Indonesia ?
1.2.2        Bagaimana dampak dari alih fungsi lahan terhadap ketahanan pangan di Indonesia?
1.2.3        Bagaimana solusi agar tidak terjadi alih fungsi lahan di Indonesia ?
1.3  Tujuan
1.3.1        Mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi alih fungsi lahan di Indonesia.
1.3.2        Memahami dampak dari alih fungsi lahan terhadap ketahanan pangan di Indonesia.
1.3.3        Memahami solusi agar tidak terjadi alih fungsi lahan di Indonesia.
1.4  Manfaat
1.4.1        Secara Teoritis
Diharapkan memberikan pengetahuan lebih terhadap bahaya akan alih fungsi lahan dan untuk dapat memahami konsep yang telah diberikan selama perkuliahan di kampus.
1.4.2        Secara Praktis
Sesuai dengan pengetahuan yang telah diperoleh, mahasiswa lebih mengetahui perkembangan pertanian.









BAB 2
ISI DAN PEMBAHASAN

2.1  Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan di Indonesia
Proses alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan nonpertanian yang terjadi disebabkan oleh beberapa faktor. Ada tiga faktor penting yang menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan sawah yaitu:

  1. Faktor Eksternal
Merupakan faktor yang disebabkan oleh adanya dinamika pertumbuhan perkotaan, demografi maupun ekonomi.
  1. Faktor Internal
Faktor ini lebih melihat sisi yang disebabkan oleh kondisi sosial-ekonomi rumah tangga pertanian pengguna lahan.
  1.  Faktor Kebijakan
Yaitu aspek regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun daerah yang berkaitan dengan perubahan fungsi lahan pertanian. Kelemahan pada aspek regulasi atau peraturan itu sendiri terutama terkait dengan masalah kekuatan hukum, sanksi pelanggaran, dan akurasi objek lahan yang dilarang dikonversi. 
  1. Faktor lain penyebab alih fungsi lahan pertanian terutama ditentukan oleh :
1.       Rendahnya nilai sewa tanah lahan sawah yang berada disekitar pusat pembangunan dibandingkan dengan nilai sewa tanah untuk pemukiman dan industri.
2.      Lemahnya fungsi kontrol dan pemberlakuan peraturan oleh lembaga terkait.
3.      Semakin menonjolnya tujuan jangka pendek yaitu memperbesar pendapatan asli daerah (PAD) tanpa mempertimbangkan kelestarian sumberdaya alam di era otonomi.
Faktor penyebab alih fungsi dari sisi eksternal dan internal petani, yakni tekanan ekonomi pada saat krisis ekonomi. Hal tersebut menyebabkan banyak petani menjual asetnya berupa sawah untuk memenuhi kebutuhan hidup yang berdampak meningkatkan alih fungsi lahan sawah dan makin meningkatkan penguasaan lahan pada pihak-pihak pemilik modal. Alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan nonpertanian karena pesatnya pembangunan dianggap sebagai salah satu penyebab utama menurunnya pertumbuhan produksi padi.
2.2  Dampak dari Alih Fungsi Lahan Terhadap Ketahanan Pangan di Indonesia
Dampak akibat dari alih fungsi lahan pertanian membuat resapan air berkurang. Salah satunya adalah terjadinya semacam gangguan pada aspek lingkungan seperti pada saat air pasang atau setelah hujan lebat maka di berbagai titik akan tergenang. Hal tersebut berakibat pada terganggunya aktivitas masyarakat dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari, bahkan jika kejadian tersebut terjadi dengan skala yang lebih besar maka dapat melumpuhkan kegiatan perekonomian kota. Selain itu, terdapat dampak yang berupa aspek fisik dan kimia, aspek biologis,aspek sosial-ekonomi dan aspek sosial-budaya.
Dampak terhadap sifat fisik dan kimia dirasakan pada proses alih fungsi lahan pertanian adalah pada dampak kepada air dan tanah. Pembangunan yang sembarangan dapat membuat air tercemar. Sifat fisik kualitas air meliputi parameter warna, bau, temperatur, benda padat, dan lain-lain. Selain itu semakin banyak perumahan juga akan berdampak kepada ketersediaan air tanah karena apabila air tanah terus di gunakan secara terus menerus maka akan membuat tanah terutama tanah rawa yang lempung dengan mudah menjadi amblas atau terjadi penurunan tanah.
Dampak Biologis secara mudahnya dapat di artikan dampak yang berpengaruh langsung kepada jenis flora dan fauna. Dampak biologis dapat mempengaruhi kelangsungan sebuah ekosistem dan biasanya sangat erat hubungannya dengan terjadinya dampak atau perubahan pada tata guna tanah.
Pembangunan suatu proyek di maksudkan untuk meningkatkan sosial-ekonomi sehingga secara teoritis berdampak positif kepada masyarakat. Namun demikian tidak mesti jika sosial-ekonominya baik akan berdampak baik juga bagi masyarakat. Sehingga apabila aspek ekonomi baik tetapi aspek  sosial-budaya, fisik dan biologisnya buruk akan berdampak negatif pada aspek ekonominya.
Dampak sosial budaya yang berpengaruh dari dampak alih fungsi lahan ini adalah berpindahnya pola masyarakat yang sebelumnya agraris menjadi lebih ke bidang industri, perdagangan dan sebagainya. Masyarakat kebanyakan memiliki budaya sebagai pedagang dan petani. Jika lahan pertanian mengalami banyak alih fungsi lahan maka kekhawatiran yang timbul adalah bahwa semakin sedikit orang yang bekerja di bidang tersebut dan hal  itu dapat menimbulkan kelangkaan atau kekurangan sumber daya pada pangan dan yang lebih penting lagi adalah kekhawatiran akan hilangnya budaya agraris yang menjadi ciri khas masyarakat yang ada di wilayah Banjarmasin.
Alih fungsi lahan pertanian yang tidak memperhatikan aspek lingkungan mempunyai dampak yang besar terhadap aspek fisik, kimia, biologis, sosial-ekonomi dan sosial-budaya. Selain itu dapat menggangu sistem filter kualitas air, dan ruang bagi penyangga banjir. Oleh karena itu, sebelum melakukan suatu pembangunan yang beresiko menimbulkan dampak yang besar bagi lingkungan, terlebih dahulu kita buat kajian mengenai Amdal supaya dapat di pertanggung jawabkan.
2.3  Solusi Agar Tidak Terjadi Alih Fungsi Lahan di Indonesia
Adapun solusi yang diberikan diantaranya :
  1. Peraturan Kebijakan
  2. Partisipasi masayarakat
ü  Peraturan Kebijakan
Upaya pengendaliannya tidak mungkin hanya dilakukan melalui satu pendekatan saja. Mengingat nilai keberadaan lahan pertanian bersifat multi fungsi, maka keputusan untuk melakukan pengendaliannya harus memperhitungkan berbagai aspek yang melekat pada eksistensi lahan itu sendiri. Hal tersebut mengingat lahan yang ada mempunyai nilai yang berbeda, baik ditinjau dari segi jasa yang dihasilkan maupun beragam fungsi yang melekat di dalamnya.
Sehubungan dengan isu di atas, Pearce and Turner (1990) merekomendasikan tiga pendekatan secara bersamaan dalam kasus pengendalian alih fungsi lahan sawah yaitu melalui :
(1) regulation;
 (2) acquisition and management; dan
(3) incentive and charge.
Uraian singkat dari ketiga pendekatan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Regulation. Melalui pendekatan ini pengambil kebijakan perlu menetapkan sejumlah aturan dalam pemanfaatan lahan yang ada. Berdasarkan berbagai pertimbangan teknis, ekonomis, dan sosial, pengambil kebijakan bias melakukan pewilayahan (zoning) terhadap lahan yang ada serta kemungkinan bagi proses alih fungsi. Selain itu, perlu mekanisme perizinan yang jelas dan transparan dengan melibatkan semua pemangku kepentingan yang ada dalam proses alih fungsi lahan. Dalam tatanan praktisnya, pola ini telah diterapkan pemerintah melalui penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah dan pembentukan Tim Sembilan di tingkat kabupaten dalam proses alih fungsi lahan. Sayangnya, pelaksanaan di lapang belum sepenuhnya konsisten menerapkan aturan yang ada.
2. Acquisition and Management. Melalui pendekatan ini pihak terkait perlu menyempurnakan sistem dan aturan jual beli lahan serta penyempurnaan pola penguasaan lahan (land tenure system) yang ada guna mendukung upaya ke arah mempertahankan keberadaan lahan pertanian.
3. Incentive and Charges. Pemberian subsidi kepada para petani yang dapat meningkatkan kualitas lahan yang mereka miliki, serta penerapan pajak yang menarik bagi yang mempertahankan keberadaan lahan pertanian, merupakan bentuk pendekatan lain yang disarankan dalam upaya pencegahan alih fungsi lahan pertanian. Selain itu, pengembangan prasarana yang ada lebih diarahkan untuk mendukung pengembangan kegiatan budidaya pertanian berikut usaha ikutannya.
Mengingat selama ini penerapan perundang-undangan dan peraturan pengendalian alih fungsi lahan kurang berjalan efektif serta berpijak pada acuan pendekatan pengendalian sebagaimana dikemukakan di atas, maka perlu diwujudkan suatu kebijakan alternatif.
Kebijakan alternatif tersebut diharapkan mampu memecahkan kebuntuan pengendalian alih fungsi lahan sebelumnya. Adapun komponennya antara lain instrumen hukum dan ekonomi, zonasi, dan inisiatif masyarakat. Instrumen hukum meliputi penerapan perundang-undangan dan peraturan yang mengatur mekanisme alih fungsi lahan. Sementara itu, instrumen ekonomi mencakup insentif, disinsentif, dan kompensasi. Kebijakan pemberian insentif diberikan kepada pihak-pihak yang mempertahankan lahan dari alih fungsi. Pola pemberian insentif ini antara lain dalam bentuk keringanan pajak bumi dan bangunan (PBB) serta kemudahan sarana produksi pertanian (Isa, 2006).
Sebaliknya, disinsentif diberikan kepada pihak-pihak yang melakukan alih fungsi lahan yang implementasinya berlawanan dengan perundang-undangan dan peraturan yang berlaku. Sementara itu, kompensasi ditujukan untuk pihak-pihak yang dirugikan akibat alih fungsi lahan untuk kegiatan pembangunan, atau yang mencegah terjadinya alih fungsi demi kelestarian lahan sebagai sumber produksi pertanian (pangan). Dengan kata lain, penerapan instrumen-instrumen tersebut berkaitan dengan pemberian penghargaan dan sangsi pelanggaran (reward and punishment).
ü  Partisipasi Mayarakat
Pelibatan masyarakat seharusnya tidak hanya terpaut pada fenomena di atas, namun mencakup segenap lapisan pemangku kepentingan. Strategi pengendalian alih fungsi lahan pertanian yang patut dijadikan pertimbangan adalah yang bertumpu pada masyarakat artinya, masyarakat adalah tumpuan dalam bentuk partisipasi dalam pengendalian alih fungsi lahan pertanian.
Pemangku kepentingan dapat didefinisikan sebagai individu, masyarakat, atau organisasi yang secara potensial dipengaruhi oleh suatu kegiatan atau kebijakan (Race and Millar, 2006). Dengan kata lain, pemangku kepentingan mencakup pihak-pihak yang terlibat secara langsung atau tidak langsung dan memperoleh manfaat atau sebaliknya dari suatu proses pengambilan keputusan.
Dalam konteks alih fungsi lahan, pemangku kepentingan mencakup empat pilar eksistensi sosial kemasyarakatan, yaitu pemerintah dengan jajaran instansinya, masyarakat dengan lapisan sosialnya, sektor swasta dengan korporasi usahanya, dan LSM dengan kelompok institusinya. Keempat pilar tersebut harus memiliki unsur kesamaan persepsi, jalinan komitmen, keputusan kolektif, dan sinergi aktivitas. Tanpa eksistensi keempat pilar di atas, sulit rasanya untuk melaksanakan peraturan-peraturan yang ada selama ini muatannya sudah cukup komprehensif dalam pengendalian alih fungsi lahan. Akan tetapi, identifikasi pemangku kepentingan harus dilakukan terlebih dahulu, yakni menyangkut dengan keberadaan, keterlibatan, peran, dan imbas pengaruhnya. Metode untuk mengetahui dan mengidentifikasi partisipasi masyarakat dalam konteks alih fungsi lahan pertanian ini adalah pemahaman terhadap eksistensi pemangku kepentingan.
Paling tidak ada tiga tipologi partisipasi masyarakat yang dianggap sesuai dengan strategi pengendalian alih fungsi lahan pertanian, yaitu partisipasi konsultatif, interaktif, dan fungsional. Partisipasi konsultatif adalah dalam bentuk konsultasi dengan pihak luar (external agent), dimana masalah dan solusinya didefinisikan oleh pihak luar terkait. Partisipasi interaktif yaitu dalam kerangka analisis kolektif yang ditujukan untuk perumusan program aksi. Sementara itu, partisipasi fungsional yakni partisipasi dengan membentuk kelompok guna mencapai tujuan kegiatan. Implementasinya, peran sentral tipologi partisipasi tersebut masing-masing adalah Bappeda (partisipasi konsultatif), proyek rintisan (partisipasi interaktif), dan forum pemangku kepentingan (partisipasi fungsional).





BAB III
PENUTUP

1.1  Kesimpulan
Ada tiga Faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan di Indonesia diantaranya
1.      Faktor Eksternal.
2.      Faktor Internal.
3.      Faktor Kebijakan.
Dampak dari alih fungsi lahan terhadap ketahanan pangan di Indonesia yaitu Terdapat dampak yang berupa aspek fisik dan kimia, aspek biologis, aspek sosial-ekonomi dan aspek sosial-budaya.
Solusi agar tidak terjadi alih fungsi lahan di Indonesia diantaranya :
1.      Peraturan dan kebijakan.
2.      Partisipasi masyarakat.
1.2  Saran
Diharapkan user dapat menggunakan untuk menambah referensi tentang alih fungsi lahan.














DAFTAR PUSTAKA

Sriartha, I Putu. 2000. Buku Ajar Pengantar Geografi Pertanian. STKIP, Singaraja.
Pearce, Turner, 1990, Economics of Natural Resources and The Environment, Harvester Wheatsheaf.
Race, Digby & Millar, Joanne. 2006. Training Manual:Social and Community Dimensions of ACIAR Projects. Australian Center for International Agricultural Research – Institute for Land, Water, and Society of Charles Sturt University, Australia.
UU No. 18. 2012. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan.  Republik Indonesia. Alamat. ppvt.setjen.pertanian.go.id /ppvtpp/files/61UU182012. pdf. Diakses pada 26 November 2014.
Isa. Iwan (2006). Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian. Prosiding Seminar Multifungsi dan Revitalisasi Pertanian (Multifunctionality and Revitalization of Agriculture), Balai Penelitian Tanah Badan Litbang Pertanian – Kementerian Pertanian – Republik Indonesia.