HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Terbentuknya
Industri Gerabah Banyuning
Industri
gerabah berlokasi di Banyuning Tengah Gg. Masula-masuli karena daerah tersebut
sangat cocok untuk tempat pembuatan gerabah, selain itu industri gerabah ini
merupakan industri yang turun temurun. Pertama kali pendirian industri gerabah
ini, dulunya tempat ini tidak padat pemukiman dan sangat jarang penduduknya
sehingga industri tersebut dibangun untuk mengurangi polusi pada penduduk.
Sehingga industri gerabah tersebut mendapat izin dari Kepala Desa maupun
masyarakat sekitar untuk mendirikan industri.
Usaha
gerabah Banyuning merupakan suatu usaha yang dijalankan oleh sebagian
masyarakat Banyuning secara turun temurun baik secara pribadi maupun kelompok.
Salah satu pengusaha gerabah Banyuning yaitu perkumpulan gerabah payuk kedas
yang ada di lingkungan tengah Kelurahan Banyuning. Ketua dari usaha gerabah
payuk kedas banyuning yaitu Bapak Ketut Mertha. Beliau mendirikan lokasi
industri di Daerah Banyuning Tengah Gg, Masula-Masuli dengan pertimbangan
polusi yang di hasilkan dari proses pembakaran gerabah, limbah yang ditimbulkan
dan lokasi indutri yang dekat dengan pasar. Sebelum lokasi industri gerabah ini
padat penduduk seperti saat ini, dahulunya daerah tersebut merupakan daerah
yang jarang penduduknya. Selain itu, industri gerabah ini merupakan suatu
industri turun temurun. Beliau mengatakan bahwa gerabah Banyuning yang
dibuatnya merupakan hasil karya dari masyarakat Banyuning. Bahan baku yang
digunakan dalam pembuatan gerabah adalah tanah campuran dari tanah sawah, liat
dan tanah biasa. Bahan baku ini didapatkan dari berbagai Desa di sekitar
kelurahan banyuning seperti Desa Petandakan, Penglatan, Lumbanan, Padang Keling
dan di Banyuning sendiri.
4.2
Cara pembuatan dan Proses Pendistribusian
Pembuatan
gerabah banyuning seperti payuk kedas, pasepan, bonyoh, pengguligan, gentong,
pulu dipasarakan di wilayah Kabupaten Buleleng bagian barata samapai dengan di
Gilimanuk hingga ke Daerah Karangasem. Proses pembuatan gerabah di Banyuning
dulunya hanya menggunakan tenaga manual untuk dapat menghaluskan tanah yaitu
dengan metode pengayaan. Sehingga, hal ini mempengaruhi produktivitas produk
(gerabah). Namun, seiring berjalannya waktu dan pesatnya perkembangan
teknologi, Bapak Ketut Mertha ini menggunakan mesin penggilas tanah untuk
mencampurkan semua bahan dasar ditambahkan air yang cukup sehingga tanah
menjadi luket dan gampang diolah. Namun proses pembentukan gerabah tetap dengan
cara manual. Penghasilan dari penjualan gerabah mencapai total hingga 18 juta
per bulan dengan pembelian bahan baku sekitar 1 juta, upah buruh mencapai 4
juta dan ongkos transportasi mencapai 1 juta per bulan. Beda gerabah Banyuning
dengan gerabah dari Daerah lain adalah hasil garapannya serta kedetailan dari
gerabah tersebut. Selain itu, proses pembakaran dari gerabah tersebut masih
menggunakan metode lama yaitu pembakaran secara tradisional dengan media sekam,
jerami dan hasil dari serutan kayu. Kendala dari produksi pembuatan gerabah
hanya satu yaitu masalah cuaca.
Karena
dalam proses pembuatan gerabah ini menggunakan tenaga sinar matahari sebagai
pengering agar gerabah tetap kuat dan tidak retak ketika dibakar. Jika musim
penghujan tiba, maka secara tidak langsung menggurangi jumlah produksi dari
gerabah karena kualitas gerabah yang dihasilkan tidak cukup baik. Hal itu terjadi
akibat keretakan yang timbul di gerabah tersebut.
Dalam
Penulisan kualitatif terdapat data yang berasal dari foto-foto yang diambil
dari Penulisan.
Produksi
dalam industri gerabah ini memakai sistim kelompok atau keluarga. Kebanyakan
pekerja di ambil dari kalangan keluarga yang bersama-sama membangun industri
gerabah tersebut. Namun pekerjanya juga bisa diambil dari masyarakat atau pun
kalangan muda yang tidak memiliki pekerjaan. Bapak Ketut Mertha ini bersedia
mengajarkan pada kalangan muda yang ingin mempelajari membuat gerabah. Dulu
banyak masyarakat yang bekerja bukan sebagai industri gerabah, namun seiringnya
waktu, mereka mulai menelateni industri tersebut dan mempelajarinya, hingga
mereka bisa dan memasarkanya. Dalam industri gerabah di rumah Bapak Ketut
Mertha ini mempunyai 10 pekerja yang kebanyakan dari keluaga sendiri. Industri
gerabah dengan sistim kelompok ini dirasa lebih efektif, karena kebanyakan
pekerjanya keluaraga yang bersama-sama mengelola industri gerabah agar industri
tersebut dapat lebih maju. Kerajinan gerabah di Desa Banyuning ada 5 tempat,
Bapak Ketut Mertha menjual hasil produktivitas gerabahnya kemasyarakat
terdekat. Masyarakat sekitar membeli gerabah tersebut dan mendistribusikannya
ke pasar-pasar serta dijual dirumah mereka. Karena, penjualan gerabah ini tidak
dilakukan secara langsung dalam arti menjualnya eceran dan tidak mempunyai
tempat khusus yang untuk menjual seperti toko. Adanya industri gerabah dari
Bapak Ketut Mertha ini sejak tahun 1990 dan mendapat bantuan dari pemerintah
berupa mesin untuk menggiling, mencampur, dan menghaluskan tanah agar tanah
luket dan dapat dibentuk. Sehingga hal tersebut tentunya membuat produktivitas
gerabah tidak bisa maksimal.
4.3
Pengaruh Lokasi Industri Gerabah Banyuning
Pengaruh
lokasi bagi sebuah industri sangatlah berpengaruh dan menentukan berjalanya
industri yang akan didirikan. Sebuah industri yang akan didirikan tentunya akan
memikirkan lokasi yang tepat jika hendak akan mendirikan sebuah industi. Lokasi
Industri Gerabah berada di Banyuning dikarenakan dulunya Banyuning ini
merupakan lahan persawahan yang sangat luas sehingga bahan utama pembuatan
gerabah yaitu tanah sangat mudah didapatkan.
Sehingga dengan pernyataan diatas, jelas bahwa lokasi sebuah industri sangat berpengaruh
dan menentukan akan industri dan produktifitas gerabah.
4.4
Dampak dari Adanya Industri Gerabah
Pengaruh
industri terhadap lingkungan dan masyarakat yang ada di Banyuning Tengah Gg.
Masula-masuli, yaitu sangat positif, dengan adanya industri gerabah yang ada di
Banyuning dapat menyerap tenaga kerja, khusunya masyarakat yang belum memiliki
pekerjaan atau sedang membutuhkan pekerjaan. Industri tersebut dapat mengurangi
pengangguran yanga ada. Sehingga masyarakat tidak menganggur dan pekerjaan. Industri
gerabah di Desa Banyuning juga mendaapat izin dari Kepala Desa dan masyarakat
yang ada di Desa Banyuning. Keberedaan industi tersebut tidak dianggap
meresahkan oleh masyarakat. Dengan terserapnya tenaga kerja oleh masyarakat
sekitar industri akan meningkatkan pendapat masyarakat. Selain itu dengan
adanya industri di Desa Banyuning akan membuat daerah tersebut terkenal dengan
hasil industrinya gerabah dan hal ini akan menarik pelanggan atau pengunjung
maupun wisatawan asing yang ingin berkunjung ke Banyuning. Tentunya nantinya
daerah Banyuning akan maju perekonomiannya.
Memang
dalam mengolah suatu produk atau mendirikan industri harus dipikirkan limbah
yang mungkin akan dihasilkan dalam sebuah pabrik. Di industri gerabah milik
Bapak Ketut Mertha ini limbah industri yang dihasilkan diolah kembali agar
tidak menumpuk dan mencemari lingkungan yang ada. Selain itu dengan mengolahnya
kembali juga mendatangkan rejeki tersendiri untuk Bapak Ketut Mertha. Abu sisa
dari pembakaran gerabah, dapat dimanfaatkan oleh petani yang menanam tanaman
palawija. Hal itu digunakan sebagai penutup biji yang meeka tanam. Hal itu
dilakukan agar tidak padat, dan ada ruang untuk biji tersebut tumbuh. Abu dari
sisa pembakaran juga bisa dipakai untuk keperluan lain seperti dalam industri
pembuatan telor asin, yang cara pengolahanya dicampur dengan sekam. Dari sisa
gerabah yang apabila pecah, dapat didaur ulang dan dibuat kembali. Sehingga
dapat menguntungkan pemilik industri. Karena limbah dari industri gerabah ini
sudah diantisipasi dan dipikirkan agar tidak merugikan masyarakat, sehingga
industri gerabah yang ada Banyuning mendapat izin dari kepala Desa maupun
masyarakat sekitar. Dan memajukan daerah sekitar Banyuning.
4.5
Faktor yang mempengaruhi Produktivitas industri gerabah
Beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi Produktivitas industri gerabah adalah sebagai
berikut :
1)
Cuaca
Cuaca
sangatlah mempengaruhi produktivitas industri gerabah. Karena dalam proses
pengeringan sebelum pembakaran gerabah ini memerlukan cahaya dari matahari agar
gerabah tersebut kuat dan tidak retak ketika proses pembakaran. Jika intensitas
cahaya tidak stabil lebih tepatnya pada saat musim penghujan akan menghambat
proses pngeringan. Menurut data yang kami peroleh, gerabah kecil yang biasanya
memerlukan 1 hari dalam proses penjemuran, pada saat musim hujan mengalami
keterlambatan hingga 3 hari. Sehingga itu dapat mengurangi produktivitas dari
gerabah tersebut.
2) Permintaan
Permintaan
pasar juga mempengaruhi produktivitas gerabah ini. Karena jika permintaan berkurang,
tentunya pembuatan gerabahnyapun akan di kurangi dan menyesuaikan dengan
permintaan dari konsumen.
3) Tingkat
Kebutuhan Masyarakat
Tingkat
kebutuhan masyarakat terhadap gerabah yang mempunyai berbagai fungsi juga
mempengaruhi terhadap produktivitasnya serta keberlangsungan industri gerabah
ini. Contohnya di Bali. Gerabah sering digunakan untuk acara – acara adat
maupun keagamaan. Sehingga, otomatis masyarakat Bali yang beragama Hindu
mempunyai kebutuhan yang tinggi dan bersifat konsumtif.
4) Gaya
Hidup Masyarakat
Gaya
hidup masyarakat yang modern pada era saat ini yang cenderung menggunakan
segala barang yang lebih canggih dan lebih praktis mempengaruhi berkurangnya
peminat dan produktivitas gerabah ini. Karena sebagian besar dari mereka lebih
memilih barang-barang yang lebih cantik, praktis dan mempunyai keunggulan
tersendiri. Sehingga, tidak menutup kemungkinan 20 tahun kedepan ataupun
beberapa tahun kedepan industri gerabah ini akan menghilang jika semua
masyarakat mempunyai gaya hidup yang sama.
4.6
Klasifikasi Industri Gerabah
Jika
di klasifikasikan berdasarkan bahan baku, industri gerabah merupakan Industri
ekstraktif, yaitu industri yang bahan bakunya diperoleh langsung dari alam.
Misalnya: industri hasil pertanian, industri hasil perikanan, dan industri
perhutanan dan termasuk juga industri gerabah.
Industri
gerabah ini termasuk industri kecil jika diklasifikasikan berdasarkan jumlah
tenaga kerja. Karena jumlah tenaga kerja dibawah pimpinan Bapak Ketut Mertha
berjumlah 10 orang. Pasalnya, industri kecil ini merupakan industri yang jumlah
tenaga kerjanya yang tenaga kerjanya berjumlah sekitar 5-19 orang, Ciri
industri kecil adalah memiliki modal yang relative kecil, tenaga kerjanya
berasal dari lingkungan sekitar atau masih ada hubungan saudara. Misalnya:
industri genteng, industri batubata, dan industri pengolahan rotan.
Industri
gerabah ini termasuk Industri primer jika diklasifikasikan berdasarkan hasil
industri, karena industri gerabah ini yang menghasilkan barang atau benda yang
tidak perlu pengolahan lebih lanjut. Barang atau benda yang dihasilkan tersebut
dapat dinikmati atau digunakan secara langsung.
Berdasarkan
barang yang dihasilkan, industri gerabah ini dikelompokkan dalam industri
berat, karena industri yang dihasilkan merupakan alat-alat yang berat.
Berdasarkan
modal yang digunakan, industri gerabah ini diklasifikasikan menjadi Industri
dengan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), yaitu industri yang memperoleh dukungan
modal dari pemerintah atau pengusaha nasional (dalam negeri). Karena Bapak
Ketut Mertha memperoleh bantuan berupa 1 mesin penggiling dari pemerintah.
Sehingga, dalam pemroduksiannya lebih cepat.
Berdasarkan
subjek pengelolanya, industri gerabah ini diklasifikasikan menjadi industri
rakyat. Karena industri yang dikelola merupakan milik sendiri. Menurut beliau,
industri gerabah ini merupakan industri turun temurun yang diwariskan dari
keluarga mereka.
Industri
gerabah ini tergolong industri pedesaan. Karena industri gerabah ini mengolah
hasil-hasil pertanian atau hasil bumi. Industri merupakan industri mikro atau
perusahaan kecil.