Perkembangan
Agama Hindu
1.
Agama Hindu di India
Di India, agama Hindu sering disebut dengan nama
Sanatana Dharma, yang berarti agama yang kekal, atau Waidika Dharma,
yang berarti agama yang berdasarkan kitab suci Weda. agama hindu terbentuk
dari campuran antara agama India asli dengan agama atau kepercayaan
bangsa Arya. Sebelum kedatangan bangsa Arya, di India telah lama hidup
bangsa-bangsa Dravida yang telah mencapai suatu tingkat peradaban yang
tinggi sebagaimana dibuktikan oleh penelitian-penelitian yang dilakukan
terhadap wilayah Lembah Indus. Peradaban lembah ini dalam satu segi juga
menunjukkan gambaran keagamaan yang ada pada waktu itu, yang tetap dapat
dilacak dalam agama Hindu sekarang ini. Secara garis besar
perkembangan agama Hindu dapat dibedakan menjadi tiga tahap :
1. Tahapan
pertama sering disebut dengan zaman Weda, yang dimulai dengan masuknya
bangsa Arya di Punjab hingga munculnya agama Buddha. Pada masa ini
dikenal adanya tiga periode agama yang disebut dengan periode tiga agama
penting (tiga agama besar). Ketiga periode ini adalah periode ketika
bangsa Arya masih berada di daerah Punjab (1500-1000 S.M.). Agama dalam periode
pertama lebih dikenal sebagai agama Weda Kuno atau agama Weda Samhita. Periode
kedua ditandai oleh munculnya agama Brahmana, di mana para pendeta sangat
berkuasa dan terjadi banyak sekali perubahan dalam hidup keagamaan (1000 - 750
S.M.). Periode ketiga ditandai oleh munculnya pemikiranpemikiran kefilsafatan
ketika bangsa Arya menjadi pusat peradaban sekitar sungai Gangga (750 - 500
S.M.). Agama Weda periode ini dikenal dengan agama Upanishad.
2. Tahapan
kedua adalah tahapan atau zaman agama Buddha, yang mempunyai corak yang sangat
lain dari agama Weda. Zaman agama Buddha ini diperkirakan berlangsung antara
500 S.M. - 300 M.
3. Tahapan
ketiga adalah apa yang dikenal sebagai zaman. agama Hindu, berlangsung sejak
300 M. hingga sekarang. Agama Hindu tidak hanya terdapat di India, tetapi juga
telah masuk ke Indonesia, bahkan sangat kuat pengaruhnya terutama di Jawa.
Kapan agama tersebut masuk ke Nusantara (Indonesia) tidak dapat diketahui
secara pasti. interpretasi terhadap penemuan kepurbakalaan, peninggalan karya
tulis dan sebagainya, juga tidak memberikan informasi tentang siapa nama
pembawa agama tersebut Ada beberapa bukti pengaruh agama Hindu dan kebudayaan
India terhadap Indonesia dalam bidang sastra dan agama, seni bangunan dan adat kebiasaan
yang ada di sekitar kraton.
Dari sini barangkali dapat dipahami bahwa masuknya
pengaruh tersebut bukan melalui kasta-kasta Sudra, Waisya ataupun Ksatria,
tetapi oleh para Brahmana. Ajaran tentang samsara, karma, yang tidak terlepas
dari ajaran kasta yang dikaitkan dengan kelahiran seseorang memungkinkan dugaan
bahwa agama Hindu bukan agama dakwah dan tidak mencari pengikut. Yang sering
menjadi persoalan adalah bagaimana pengaruh para Brahmana terhadap lingkungan
kraton tersebut. Dugaan kuat dalam hal ini ialah bahwa yang aktif adalah
orang-orang Indonesia sendiri.
Karena adanya hubungan dagang dengan orang-orang
India, maka banyak rakyat yang juga hidup berdagang dan menjadi kaya. Dalam
lingkungan kehidupan beragama, para pedagang yang beragama Hindu memerlukan
para Brahmana. Oleh karena itu para Brahmana tersebut memiliki kesempatan untuk
berada dalam lingkungan kraton. Hal ini terbukti dengan penemuan prasasti di
Kutai yang menunjukkan bahwa untuk keperluan sedekah raja memberikan beberapa
ekor sapi kepada para Brahmana. Aliran agama Hindu yang paling besar
pengaruhnya adalah aliran Siwa dan Tantra (abad 6). Di Indonesia, aliran Tantra
dan agama Buddha yang sempat mendesak Tantra keluar dari India justru menyatu dengan
sebutan agama Siwa-Buddha. Percampuran antara keduanya terlihat jelas pada
zaman kerajaan Singasari (1222-1292). Dari penemuan prasasti dapat diketahui
bahwa perkembangan pengaruh agama Hindu di Indonesia tetap berpusat di sekitar
kraton, sungguhpun ada juga, karena jarak yang jauh, berpusat di biara-biara
dan pemakaman- pemakaman.
Prasasti Kutai dari zaman raja Mulawarman (abad ke-5)
menunjukkan bahwa korban sesajian oleh raja dilaksanakan dan diselenggarakan
sesuai dengan ajaran kitab Manusmrti. Pemujaan ditujukan mungkin kepada Siwa
dan mungkin kepada Wisnu. Di Jawa Barat, prasasti dari raja Purnawarman
menunjukkan bahwa agama yang berpengaruh adalah agama Hindu aliran Wisnu;
sementara prasasti di Jawa Tengah dari zaman raja-raja Sanjaya (723) memperlihatkan
bahwa agama yang berpengaruh adalah agama Hindu aliran Siwa.
Kitab Agastyaparwa (akhir abad 10 memuat dialog
antara Agastya dan puteranya, Didhastu. Isi kitab tersebut adalah tentang
kosmogoni, lahirnya para Brahmarsi, lahirnya Manu dan lahirnya Manwatara. Aliran
Tantra mencapai puncak perkembangannya pada zaman Singasari dan Majapahit Dalam
kitab Nagarakertagama disebutkan bahwa raja Kertanegara menekuni kitab Subhuti
Tantra. Menurut kitab Pararaton, ia adalah seorang pemabuk, seorang pemuja yang
erat hubungannya dengan upacara pancatattwa (Lima-M). Raja Adityawarman
dinobatkan dalam upacara Bhairawa karena ia adalah penganut sekte Siwa yang
menekankan pada aliran Tantrayana. Menurut prasasti Surowaso (1375), ia
dinobatkan menjadi Bhairawa di Ksetra dengan duduk di atas singgasana yang
terdiri dari tumpukan mayat sambil tertawa terbahak-bahak dan minum darah.
Sebagai korban dibakar mayat-mayat yang baunya dikatakan seperti harumnya
berjutajuta bunga. Di Padang Lawas Sumatra, paham Tantrayana juga mengutamakan Bhairawa.
Dalam perkembangan selanjutnya, selain pusat-pusat
keagamaan di kraton, juga terdapat pusat-pusat keagamaan Hindu yang disebut
Paguron atau mandala atau kasturi. Ditempat-tempat ini para pendeta memberikan pelajaran.
Kitab-kitab yang ada pada waktu itu adalah kitab Tantu Panggelaran, juga kitab
Nawaruci yang juga disebut dengan kitab Tattwajnana.
2. Agama Hindu di Bali
Di Bali pengaruh Majapahit sangat kuat. Oleh karena
itu, agama Hindu Jawa pun sangat berpengaruh di sana, yang lama kelamaan
bercampur dengan agama asli Bali yang disebut agama Tirta dan kcmudian disebut
agama Hindu Dharma.
Agama asli Bali mempunyai kepercayaan terhadap para
dewa yang dihindukan sesuai dengan agama Hindu-Jawa. Orang-orang asli Bali mempercayai
para dewa yang dulunya adalah arwah nenek moyang mereka, di samping percaya
terhadap roh-roh jahat. Dewa-dewa yang berasal dari Hindu- Jawa disebut dengan
Bhatara, yang terpenting di antaranya adalah Bhatara Brahma (dewa api), Bhatara
Surya (dewa matahari), Bhatara Indra (dewa penguasa surga), Bhatara Yama
(penguasa maut) dan Dhatari Durga (dewi maut atau kematian). Bhatara Siwa
adalah dewa tertinggi yang menguasai dan memiliki kekuatan para dewa lainnya.
Bahkan, semua dewa adalah penjelmaannya. Penjelmaan Siwa yang dianggap penting
adalah Bhatara Guru, Bhatara Kala dan Bhatari Durga.
Karena arwah nenek moyang juga didewakan di Bali,
maka di Bali lalu terdapat pengkultusan terhadap orang yang sudah mati. Ada dua
macam pemujaan terhadap orang yang sudah mati. Menurut kepercayaan Bali asli, mayat
tersebut cukup ditempatkan di hutan-hutan atau di aliran sungai-sungai; dan
menurut kepercayaan Hindu-Jawa, pemujaan terhadap orang mati dilakukan dengan
cara membakar mayatnya terutama di kalangan bangsawan.
Orang
mati dipuja terutama karena ada anggapan bahwa dengan pemujaan tersebut
arwahnya akan dapat segera sampai di tempat yang tenang dari mengganggu orang
yang masih hidup. Jiwa orangyang masih hidup. Jiwa orang yang masih hidup
dianggap terbelenggu oleh jasad sehingga menjadi kotor. Agar jiwa lepas dari
belenggu tersebut makajiwa ban-is dis'udkan
dengan
cara-cara tertentu. Melalui kematian jiwa berpisah dari jasad, tetapi masih
belum sempurna karena belum bebas sebebas-bebasnya dan masih harus mengalami
kelahiran kembali. Jiwa macam ini disebut pirata, dan dapat mendatangkan petaka
bagi keluarganya.
Sesudah
penyucian karena kematian, maka penyucian tahap berikutnya adalah penyucian
dengan mempergunakan api dan air yang dilakukan dengan membakar mayat dan
abunya dibuang ke laut atau ke sungai-sungai agar noda-noda dan karat-karat
yang mengotorinya menjadi bersih dan suci secara sempurna sehingga jiwa dapat
menuju ke Indraloka.
Jiwa sudah berubah menjadi piara dan tidak lagi
membahayakan keluarga. Sesudah penyudan ini, baru dilakukan upacara sradha
supaya jiwa dapat langsung berada di Siwaloka. Upacara mayat yang disebut
Ngaben ini terdiri dari tertib upacara tertentu dan biasanya penyelenggaraannya
memerlukan biaya yang relatif besar, serta berbeda-beda sesuai dengan tingkatan
kasta yang bersangkutan. Akan tetapi dewasa ini, biasanya karena alasan
ekonomis dan sebagainya, penyelenggaraan upacara Ngaben sudah tidak begitu
lengkap lagi. Dalam perkembangan selanjutnya, agama Hindu di Indonesia mengalami
perkembangan sekaligus perubahan-perubahan yang sangat mendasar karena
faktor-faktor sosial ekonomi, kebudayaan, pendidikan, dan perkembangan agama
Islam. Penyempurnaan dan perubahan tersebut bukan hanya menyangkut
penyelenggaraan upacara keagamaan tetapi juga dalam
konsep
keagamaannya.
Agama Tirta mulai berubah sudah sejak zaman
pemerintah Belanda, di antaranya adalah usaha untuk mendapatkan tempat dalam
Kementerian Agama Republik Indonesia. Usaha lain ialah usaha untuk
menyempurnakan agama Tirta agar mendapatkan tempat yang pasti di tengah-tengah
masyarakat Salah satu caranya ialah dengan menyusun kitab suci yang selama ini
belum ada. Selain itu, juga dilakukan usaha untuk merumuskan kembali
ajaran-ajaran keagamaan, juga dengan mendirikan lembaga-lembaga keagamaan, yang
dirasa sudah sangat mendesak adanya, di tengah-tengah kemajuan masyarakat Beberapa
tokoh muda kemudian mendirikan lembaga pendidikan dan organisasi keagamaan yang
disebut Trimurti, yang bertujuan menembus pembaharuan di bidang keagamaan. Di
Singaraja, Bali,. lahir organisasi Bali Dharma Laksana yang berusaha untuk
menyusun kitab suci yang jelas. Pada zaman Jepang didirikan Paruman Pandita
Dharma oleh pemerintah yang dimaksudkan untuk mempersatukan paham keagamaan
Bali dan sebagai perantara dengan pemerintah Jepang. Pada waktu itu agama
disebut dengan Siwa Raditya atau agama Sanghyang Surya yang mengutamakan
pemujaan terhadap matahari. Pada tahun 1950, badan tersebut berubah menjadi
Majelis Hinduisme. Sejak tahun ini ada lagi organisasi-organisasi keagamaan
yang muncul yaitu Wiwada Sastra Sabda dan Panti Agama Hindu Bali. Dari sinilah muncul
ide pengakuan agar Hindu Bali sebagai agama resmi di Indonesia, yang baru
berhasil diperjuangkan pada tahun 1958. Sejak saat itu minat untuk memajukan
agama Hindu Bali semakin meningkat Langkah pertamanya adalah pemurnian agama
Hindu.
Sesudah mendapatkan pengakuan resmi, para pemimpin
Hindu Bali membentuk muktamar Parisada Dharma Hindu Bali pada tahun 1959 yang kemudian
menjadi Parisada Hindu Dharma pada tahun 1964. Usaha utama orgaanisasi tersebut
ialah memajukan Hindu, Dharma dengan. Mendirikan pendidikan menengah yaitu
Pendidikan Guru Agama Atas dan pendidikan tinggi yaitu Institut Hindu Dharma
yang salah satu fakultasnya adalah Fakultas Agama. lai berarti telah terjadi suatu
perubahan dan perkembangan yang sangat besar dalam agama Hindu. Kitab-kitab
suci sekarang harus dipelajari oleh seluruh umat Hindu, dan pendidikan agama
juga merupakan hak semua orang Hindu. Bahkan, dengan adanya mobilitas sosial
yang cepat dewasa ini, agama Hindu juga mengalami perluasan yang.sangat
berarti. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari adanya usaha-usaha para
cendikiawan. Hindu
untuk
menyesuaikan agama mereka dengan suasana Indonesia.
Di antara perubahan-perubahan tersebut ada yang
menyangkut konsep ajaran agama. Menurut agama Hindu Bali Sang Hyang Widhi
adalah Tuhan yang Maha Esa. Dalam Kitab Weda disebutkan bahwa Brahma hanya
satu, tidak ada duanya. Dalam Sutasoma dikatakan bahwa tuhan berbeda-beda telapi
satu, tidak ada dharma yang dua. Dalam Upanishad juga diungkapkan bahwa Sang
Hyang Widhi adalah tidak berbentuk, tidak beranggauta badan tidak
berpanca-indera tetapi mengetahui segala yang ada dan yang terjadi pada semua
makhluk. Sang Hyang Widhi tidak pernah lahir, tidak pernah tua, tidak pernah
berkurang dan juga tidak pernah bertambah. la disebut dengan banyak nama, dan
yang terpenting adalah Tri-Sakti, yaitu Brahma (sebagai pencipta), Wisnu
(sebagai pelindung dan pemelihara), dan Siwa (sebagai perusak untuk dikembalikan
ke daur yang semestinya).
Agama Hindu mempersonifikasikan kekuatan-kekuatan
Sang Hyang Widhi dalam bentuk beberapa dewa yang banyak jumlahnya, akan tetapi mempunyai
fungsi-fungsi tertentu sesuai dengan kepentingan makhluk hidup ini. Sebagai
Bhatara Brahma, ia memberikan pegangan dan tuntunan bagaimana manusia harus
bertindak. Dalam hal ini Brahma bertindak sebagai Sang Hyang Saraswati yang
memberikan ilham kepada para. Hubungan antara Sang Hyang Saraswati dengan
Brahman diungkapkan seperti hubungan antara api dengan panasnya. Saraswati
dianggap sebagai dewi ilmu pengetahuan karena hanya dengan pengetahuan saja
penciptaan-penciptaan baru itu timbul. La adalah sumber ilham, sumber gerak dan
sumber ciptaan manusia. Sebagai Bhatara Wisnu, Sang Hyang Widhi menjadi pelindung
dan pemelihara dunia. la mempunyai dua sakti, yaitu Dewi Sri (dewi kesuburan)
dan Dewi Lakshmi (dewi kebahagiaan). Sebagai Bhatara Siwa, Sang Hyang Widhi
menguasai keadilan dan mewujudkan (jin sebapai Dewi Durga dan Dewi Uma
(Parwati).
Kepada orang yang berbuat dosa ia berlaku dan
berujud Dewi Durga yang mengerikan dan kepada orang yang berbuat baik ia
berlaku dan berujud Dewi Uma yang penuh cinta kasih, Mengenai agama dikatakan
bahwa agama adalah jalan untuk sampai kepada moksa (kelepasan). Oleh sebab itu
agama berisi petunjuk-petunjuk yang benar. Agama adalah jalan yang lengkap
dengan petunjuk dan pedoman ke arah yang benar. Dalam ungkapan sering dikatakan
bahwa agama adalah "perahu" untuk menyebarangkan manusia dan dunia
yang tidak kekal menuju surga (moksa); jiwa (atman) adalah "bendega"
tukang perahu' layar adalah pikiran manusia;angin adalah hawa nafsu; air laut
adalah persoalankeduniaan, dan tujuannya adalah pulau harapan (surga).9Tujuan
agama adalah moksa artham jagadhitaya, ca iti Dharmah, yang berarti untuk
mendapatkan moksa dan jagadhita, untuk kesejahteraan jasmani dan rohani.
Jasmani penting karena jasmani adalah alat untuk mendapatkan dharma, artha,
kama dan moksa.
Moksa adalah lepas bebas dari segala ikatan dunia,
lepas dari karma dan lepas dari samsara. Moksa dapat dicapai pada waktu manusia
masih hidup di dunia atau dapat dicapai setelah ia mati. Jalan kelepasan dapat
ditempuh oleh seseorang sesuai dengan kemampuannya. Ada empat macam jalan
kelepasan, yaitu Jnanayoga (jalan pengetahuan), bhaktiyoga (jalan bakti dan
taat kepada tuhan), karmayoga (jalan beramal dengan ikhlas), dan rajayoga
(jalan semadi). Mengenai 'kitab suci, Weda adalah kitab suci agama Hindu yang mengutamakan
pengetahuan suci tcntang Sang Hyang Widhi dan perintah-perintahnya.
Ke dalam Weda tercakup kitab-kitab Upanishad,
Wedapari krama. Bhagavadgita dan Sang Hyang Kamahayanikan. Kitab-kitab tersebut
wajib dibaca dan dipelajari oleh segenap umat Hindu, tidak terbatas hanya pada
kalangan pendeta saja. Karena itu lalu muncul pula beberapa kitab semacam
Smriti, berupa Manu-Smriti dan Sarasamuccaya, kitab-kitab Parana,
kitab-kitab
Itihasa. dan Wiracarita. Terlepas dari kebenaran yang mereka percaya,
pengertian kitab suci di Bali agaknya berbeda dengan di India, apalagi dengan
agama Brahmana, yang sudah amat jauh perbedaannya. Mengenai masalah kasta atau
caturvarna, yang semula selalu dikaitkan dengan persoalan kelahiran, maka pada
agama Hindu di Bali sudah memperoleh pengertian yang lain juga.
Dikatakan, varna adalah sifat dan bakat kelahiran
dalam mcngabdi masyarakat, yang mementingkan sumber gairah kerja, minat atau
bakat, untuk berkarya. Kasta brahmana adalah golongan orang yang mengabdi pada
masyarakat karena memiliki sumber gairah dan minat untuk menyejahterakan
masyarakat, negara.dan rakyat dengan jalan mengabdikan dan mengamalkan ilmu
pengetahuannya sehingga mampu memimpin masyarakat dalam kehidupan
bermasyarakat, bernegara dan beragama. Ksatria adalah golongan orang yang
mengabdi pada masyarakat karena mempunyai sumber gairah dan minat untuk memimpin
dan mempertahankan kesejahteraan masyarakat berdasarkan agamanya. Waisya adalah
orang yang mengabdi kepada masyarakat karena mempunyai sumber gairah dan minat
untuk menyelenggarakan kemakmuran negara, masyarakat dan kemanusiaan dengan
jalan mengabdikan dan mengamalkan watak-watak tekun, terampil, hemat dan
cermat. Adapun sudra adalah orang yang mengabdi kepada masyarakat karena
memiliki sumber gairah dan minat untuk memakmurkan masyarakat dengan jalan
mengabdikan kekuatan jasmani dan ketaatannya kepada seluruh masyarakat. Dengan pengertian
caturvarna seperti itu, berarti sudah tidak ada lagi persoalanpersoalan yang
timbul karena pengertian bahwa kasta (bahkan juga karma) seseorang itu
ditentukan oleh kelahiran.
Dalam perkembangan, ajaran agama Hindu di Bali sudah
mengalami perubahan-perubahan yang begitu jauh dibanding pengertian semula di
tempat asalnya yaitu India, bahkan sudah menyesuaikan dengan Indonesia. Agama
ini sudah tidak terbatas hanya di Bali saja, tetapi, seperti telah disebutkan
di atas, dengan mobilitas yang tinggi, agama Hindu (Bali) sudah memperluas diri
dengan sendirinya.
Sumber
Referensi :
Anonim,
Wikipedia. Wikipedia.go.id. Perkembangan Agama Hindu. Diakses tanggal 14
September 2014.
Harun
Hadiwijono, format Pdf. Sejarah dan Ajaran Agama Hindu dan Kristen. Diakses
tanggal 14 September 2014.
Susanti,
2012. http://susanti-vip.blogspot.com/2012/05/perkembangan-agama-hindu-di-india.html.
Perkembangan Agama Hindu di India. Diakses tanggal 14 September 2014.
Anonim, Stitidharma. http://www.stitidharma.org/sekilas-sejarah-
dan-per- kembangan-hindu/. Sekilas Sejarah dan Perkembangan Hindu.
Diakses tanggal 14 september 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar