Rabu, 11 Februari 2015

PERKEMBANGAN AGAMA HINDU



Perkembangan Agama Hindu

1.      Agama Hindu di India
Di India, agama Hindu sering disebut dengan nama Sanatana Dharma, yang berarti agama yang kekal, atau Waidika Dharma, yang berarti agama yang berdasarkan kitab suci Weda. agama hindu terbentuk dari campuran antara agama India asli dengan agama atau kepercayaan bangsa Arya. Sebelum kedatangan bangsa Arya, di India telah lama hidup bangsa-bangsa Dravida yang telah mencapai suatu tingkat peradaban yang tinggi sebagaimana dibuktikan oleh penelitian-penelitian yang dilakukan terhadap wilayah Lembah Indus. Peradaban lembah ini dalam satu segi juga menunjukkan gambaran keagamaan yang ada pada waktu itu, yang tetap dapat dilacak dalam agama Hindu sekarang ini. Secara garis besar perkembangan agama Hindu dapat dibedakan menjadi tiga tahap :
1.      Tahapan pertama sering disebut dengan zaman Weda, yang dimulai dengan masuknya bangsa Arya di Punjab hingga munculnya agama Buddha. Pada masa ini dikenal adanya tiga periode agama yang disebut dengan periode tiga agama penting (tiga agama besar). Ketiga periode ini adalah periode ketika bangsa Arya masih berada di daerah Punjab (1500-1000 S.M.). Agama dalam periode pertama lebih dikenal sebagai agama Weda Kuno atau agama Weda Samhita. Periode kedua ditandai oleh munculnya agama Brahmana, di mana para pendeta sangat berkuasa dan terjadi banyak sekali perubahan dalam hidup keagamaan (1000 - 750 S.M.). Periode ketiga ditandai oleh munculnya pemikiranpemikiran kefilsafatan ketika bangsa Arya menjadi pusat peradaban sekitar sungai Gangga (750 - 500 S.M.). Agama Weda periode ini dikenal dengan agama Upanishad.
2.      Tahapan kedua adalah tahapan atau zaman agama Buddha, yang mempunyai corak yang sangat lain dari agama Weda. Zaman agama Buddha ini diperkirakan berlangsung antara 500 S.M. - 300 M.
3.      Tahapan ketiga adalah apa yang dikenal sebagai zaman. agama Hindu, berlangsung sejak 300 M. hingga sekarang. Agama Hindu tidak hanya terdapat di India, tetapi juga telah masuk ke Indonesia, bahkan sangat kuat pengaruhnya terutama di Jawa. Kapan agama tersebut masuk ke Nusantara (Indonesia) tidak dapat diketahui secara pasti. interpretasi terhadap penemuan kepurbakalaan, peninggalan karya tulis dan sebagainya, juga tidak memberikan informasi tentang siapa nama pembawa agama tersebut Ada beberapa bukti pengaruh agama Hindu dan kebudayaan India terhadap Indonesia dalam bidang sastra dan agama, seni bangunan dan adat kebiasaan yang ada di sekitar kraton.
Dari sini barangkali dapat dipahami bahwa masuknya pengaruh tersebut bukan melalui kasta-kasta Sudra, Waisya ataupun Ksatria, tetapi oleh para Brahmana. Ajaran tentang samsara, karma, yang tidak terlepas dari ajaran kasta yang dikaitkan dengan kelahiran seseorang memungkinkan dugaan bahwa agama Hindu bukan agama dakwah dan tidak mencari pengikut. Yang sering menjadi persoalan adalah bagaimana pengaruh para Brahmana terhadap lingkungan kraton tersebut. Dugaan kuat dalam hal ini ialah bahwa yang aktif adalah orang-orang Indonesia sendiri.
Karena adanya hubungan dagang dengan orang-orang India, maka banyak rakyat yang juga hidup berdagang dan menjadi kaya. Dalam lingkungan kehidupan beragama, para pedagang yang beragama Hindu memerlukan para Brahmana. Oleh karena itu para Brahmana tersebut memiliki kesempatan untuk berada dalam lingkungan kraton. Hal ini terbukti dengan penemuan prasasti di Kutai yang menunjukkan bahwa untuk keperluan sedekah raja memberikan beberapa ekor sapi kepada para Brahmana. Aliran agama Hindu yang paling besar pengaruhnya adalah aliran Siwa dan Tantra (abad 6). Di Indonesia, aliran Tantra dan agama Buddha yang sempat mendesak Tantra keluar dari India justru menyatu dengan sebutan agama Siwa-Buddha. Percampuran antara keduanya terlihat jelas pada zaman kerajaan Singasari (1222-1292). Dari penemuan prasasti dapat diketahui bahwa perkembangan pengaruh agama Hindu di Indonesia tetap berpusat di sekitar kraton, sungguhpun ada juga, karena jarak yang jauh, berpusat di biara-biara dan pemakaman- pemakaman.
Prasasti Kutai dari zaman raja Mulawarman (abad ke-5) menunjukkan bahwa korban sesajian oleh raja dilaksanakan dan diselenggarakan sesuai dengan ajaran kitab Manusmrti. Pemujaan ditujukan mungkin kepada Siwa dan mungkin kepada Wisnu. Di Jawa Barat, prasasti dari raja Purnawarman menunjukkan bahwa agama yang berpengaruh adalah agama Hindu aliran Wisnu; sementara prasasti di Jawa Tengah dari zaman raja-raja Sanjaya (723) memperlihatkan bahwa agama yang berpengaruh adalah agama Hindu aliran Siwa.
Kitab Agastyaparwa (akhir abad 10 memuat dialog antara Agastya dan puteranya, Didhastu. Isi kitab tersebut adalah tentang kosmogoni, lahirnya para Brahmarsi, lahirnya Manu dan lahirnya Manwatara. Aliran Tantra mencapai puncak perkembangannya pada zaman Singasari dan Majapahit Dalam kitab Nagarakertagama disebutkan bahwa raja Kertanegara menekuni kitab Subhuti Tantra. Menurut kitab Pararaton, ia adalah seorang pemabuk, seorang pemuja yang erat hubungannya dengan upacara pancatattwa (Lima-M). Raja Adityawarman dinobatkan dalam upacara Bhairawa karena ia adalah penganut sekte Siwa yang menekankan pada aliran Tantrayana. Menurut prasasti Surowaso (1375), ia dinobatkan menjadi Bhairawa di Ksetra dengan duduk di atas singgasana yang terdiri dari tumpukan mayat sambil tertawa terbahak-bahak dan minum darah. Sebagai korban dibakar mayat-mayat yang baunya dikatakan seperti harumnya berjutajuta bunga. Di Padang Lawas Sumatra, paham Tantrayana juga mengutamakan Bhairawa.
Dalam perkembangan selanjutnya, selain pusat-pusat keagamaan di kraton, juga terdapat pusat-pusat keagamaan Hindu yang disebut Paguron atau mandala atau kasturi. Ditempat-tempat ini para pendeta memberikan pelajaran. Kitab-kitab yang ada pada waktu itu adalah kitab Tantu Panggelaran, juga kitab Nawaruci yang juga disebut dengan kitab Tattwajnana.

2.      Agama Hindu di Bali
Di Bali pengaruh Majapahit sangat kuat. Oleh karena itu, agama Hindu Jawa pun sangat berpengaruh di sana, yang lama kelamaan bercampur dengan agama asli Bali yang disebut agama Tirta dan kcmudian disebut agama Hindu Dharma.
Agama asli Bali mempunyai kepercayaan terhadap para dewa yang dihindukan sesuai dengan agama Hindu-Jawa. Orang-orang asli Bali mempercayai para dewa yang dulunya adalah arwah nenek moyang mereka, di samping percaya terhadap roh-roh jahat. Dewa-dewa yang berasal dari Hindu- Jawa disebut dengan Bhatara, yang terpenting di antaranya adalah Bhatara Brahma (dewa api), Bhatara Surya (dewa matahari), Bhatara Indra (dewa penguasa surga), Bhatara Yama (penguasa maut) dan Dhatari Durga (dewi maut atau kematian). Bhatara Siwa adalah dewa tertinggi yang menguasai dan memiliki kekuatan para dewa lainnya. Bahkan, semua dewa adalah penjelmaannya. Penjelmaan Siwa yang dianggap penting adalah Bhatara Guru, Bhatara Kala dan Bhatari Durga.
Karena arwah nenek moyang juga didewakan di Bali, maka di Bali lalu terdapat pengkultusan terhadap orang yang sudah mati. Ada dua macam pemujaan terhadap orang yang sudah mati. Menurut kepercayaan Bali asli, mayat tersebut cukup ditempatkan di hutan-hutan atau di aliran sungai-sungai; dan menurut kepercayaan Hindu-Jawa, pemujaan terhadap orang mati dilakukan dengan cara membakar mayatnya terutama di kalangan bangsawan.
Orang mati dipuja terutama karena ada anggapan bahwa dengan pemujaan tersebut arwahnya akan dapat segera sampai di tempat yang tenang dari mengganggu orang yang masih hidup. Jiwa orangyang masih hidup. Jiwa orang yang masih hidup dianggap terbelenggu oleh jasad sehingga menjadi kotor. Agar jiwa lepas dari belenggu tersebut makajiwa ban-is dis'udkan
dengan cara-cara tertentu. Melalui kematian jiwa berpisah dari jasad, tetapi masih belum sempurna karena belum bebas sebebas-bebasnya dan masih harus mengalami kelahiran kembali. Jiwa macam ini disebut pirata, dan dapat mendatangkan petaka bagi keluarganya.
Sesudah penyucian karena kematian, maka penyucian tahap berikutnya adalah penyucian dengan mempergunakan api dan air yang dilakukan dengan membakar mayat dan abunya dibuang ke laut atau ke sungai-sungai agar noda-noda dan karat-karat yang mengotorinya menjadi bersih dan suci secara sempurna sehingga jiwa dapat menuju ke Indraloka.
Jiwa sudah berubah menjadi piara dan tidak lagi membahayakan keluarga. Sesudah penyudan ini, baru dilakukan upacara sradha supaya jiwa dapat langsung berada di Siwaloka. Upacara mayat yang disebut Ngaben ini terdiri dari tertib upacara tertentu dan biasanya penyelenggaraannya memerlukan biaya yang relatif besar, serta berbeda-beda sesuai dengan tingkatan kasta yang bersangkutan. Akan tetapi dewasa ini, biasanya karena alasan ekonomis dan sebagainya, penyelenggaraan upacara Ngaben sudah tidak begitu lengkap lagi. Dalam perkembangan selanjutnya, agama Hindu di Indonesia mengalami perkembangan sekaligus perubahan-perubahan yang sangat mendasar karena faktor-faktor sosial ekonomi, kebudayaan, pendidikan, dan perkembangan agama Islam. Penyempurnaan dan perubahan tersebut bukan hanya menyangkut penyelenggaraan upacara keagamaan tetapi juga dalam
konsep keagamaannya.
Agama Tirta mulai berubah sudah sejak zaman pemerintah Belanda, di antaranya adalah usaha untuk mendapatkan tempat dalam Kementerian Agama Republik Indonesia. Usaha lain ialah usaha untuk menyempurnakan agama Tirta agar mendapatkan tempat yang pasti di tengah-tengah masyarakat Salah satu caranya ialah dengan menyusun kitab suci yang selama ini belum ada. Selain itu, juga dilakukan usaha untuk merumuskan kembali ajaran-ajaran keagamaan, juga dengan mendirikan lembaga-lembaga keagamaan, yang dirasa sudah sangat mendesak adanya, di tengah-tengah kemajuan masyarakat Beberapa tokoh muda kemudian mendirikan lembaga pendidikan dan organisasi keagamaan yang disebut Trimurti, yang bertujuan menembus pembaharuan di bidang keagamaan. Di Singaraja, Bali,. lahir organisasi Bali Dharma Laksana yang berusaha untuk menyusun kitab suci yang jelas. Pada zaman Jepang didirikan Paruman Pandita Dharma oleh pemerintah yang dimaksudkan untuk mempersatukan paham keagamaan Bali dan sebagai perantara dengan pemerintah Jepang. Pada waktu itu agama disebut dengan Siwa Raditya atau agama Sanghyang Surya yang mengutamakan pemujaan terhadap matahari. Pada tahun 1950, badan tersebut berubah menjadi Majelis Hinduisme. Sejak tahun ini ada lagi organisasi-organisasi keagamaan yang muncul yaitu Wiwada Sastra Sabda dan Panti Agama Hindu Bali. Dari sinilah muncul ide pengakuan agar Hindu Bali sebagai agama resmi di Indonesia, yang baru berhasil diperjuangkan pada tahun 1958. Sejak saat itu minat untuk memajukan agama Hindu Bali semakin meningkat Langkah pertamanya adalah pemurnian agama Hindu.
Sesudah mendapatkan pengakuan resmi, para pemimpin Hindu Bali membentuk muktamar Parisada Dharma Hindu Bali pada tahun 1959 yang kemudian menjadi Parisada Hindu Dharma pada tahun 1964. Usaha utama orgaanisasi tersebut ialah memajukan Hindu, Dharma dengan. Mendirikan pendidikan menengah yaitu Pendidikan Guru Agama Atas dan pendidikan tinggi yaitu Institut Hindu Dharma yang salah satu fakultasnya adalah Fakultas Agama. lai berarti telah terjadi suatu perubahan dan perkembangan yang sangat besar dalam agama Hindu. Kitab-kitab suci sekarang harus dipelajari oleh seluruh umat Hindu, dan pendidikan agama juga merupakan hak semua orang Hindu. Bahkan, dengan adanya mobilitas sosial yang cepat dewasa ini, agama Hindu juga mengalami perluasan yang.sangat berarti. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari adanya usaha-usaha para cendikiawan. Hindu
untuk menyesuaikan agama mereka dengan suasana Indonesia.
Di antara perubahan-perubahan tersebut ada yang menyangkut konsep ajaran agama. Menurut agama Hindu Bali Sang Hyang Widhi adalah Tuhan yang Maha Esa. Dalam Kitab Weda disebutkan bahwa Brahma hanya satu, tidak ada duanya. Dalam Sutasoma dikatakan bahwa tuhan berbeda-beda telapi satu, tidak ada dharma yang dua. Dalam Upanishad juga diungkapkan bahwa Sang Hyang Widhi adalah tidak berbentuk, tidak beranggauta badan tidak berpanca-indera tetapi mengetahui segala yang ada dan yang terjadi pada semua makhluk. Sang Hyang Widhi tidak pernah lahir, tidak pernah tua, tidak pernah berkurang dan juga tidak pernah bertambah. la disebut dengan banyak nama, dan yang terpenting adalah Tri-Sakti, yaitu Brahma (sebagai pencipta), Wisnu (sebagai pelindung dan pemelihara), dan Siwa (sebagai perusak untuk dikembalikan ke daur yang semestinya).
Agama Hindu mempersonifikasikan kekuatan-kekuatan Sang Hyang Widhi dalam bentuk beberapa dewa yang banyak jumlahnya, akan tetapi mempunyai fungsi-fungsi tertentu sesuai dengan kepentingan makhluk hidup ini. Sebagai Bhatara Brahma, ia memberikan pegangan dan tuntunan bagaimana manusia harus bertindak. Dalam hal ini Brahma bertindak sebagai Sang Hyang Saraswati yang memberikan ilham kepada para. Hubungan antara Sang Hyang Saraswati dengan Brahman diungkapkan seperti hubungan antara api dengan panasnya. Saraswati dianggap sebagai dewi ilmu pengetahuan karena hanya dengan pengetahuan saja penciptaan-penciptaan baru itu timbul. La adalah sumber ilham, sumber gerak dan sumber ciptaan manusia. Sebagai Bhatara Wisnu, Sang Hyang Widhi menjadi pelindung dan pemelihara dunia. la mempunyai dua sakti, yaitu Dewi Sri (dewi kesuburan) dan Dewi Lakshmi (dewi kebahagiaan). Sebagai Bhatara Siwa, Sang Hyang Widhi menguasai keadilan dan mewujudkan (jin sebapai Dewi Durga dan Dewi Uma (Parwati).
Kepada orang yang berbuat dosa ia berlaku dan berujud Dewi Durga yang mengerikan dan kepada orang yang berbuat baik ia berlaku dan berujud Dewi Uma yang penuh cinta kasih, Mengenai agama dikatakan bahwa agama adalah jalan untuk sampai kepada moksa (kelepasan). Oleh sebab itu agama berisi petunjuk-petunjuk yang benar. Agama adalah jalan yang lengkap dengan petunjuk dan pedoman ke arah yang benar. Dalam ungkapan sering dikatakan bahwa agama adalah "perahu" untuk menyebarangkan manusia dan dunia yang tidak kekal menuju surga (moksa); jiwa (atman) adalah "bendega" tukang perahu' layar adalah pikiran manusia;angin adalah hawa nafsu; air laut adalah persoalankeduniaan, dan tujuannya adalah pulau harapan (surga).9Tujuan agama adalah moksa artham jagadhitaya, ca iti Dharmah, yang berarti untuk mendapatkan moksa dan jagadhita, untuk kesejahteraan jasmani dan rohani. Jasmani penting karena jasmani adalah alat untuk mendapatkan dharma, artha, kama dan moksa.
Moksa adalah lepas bebas dari segala ikatan dunia, lepas dari karma dan lepas dari samsara. Moksa dapat dicapai pada waktu manusia masih hidup di dunia atau dapat dicapai setelah ia mati. Jalan kelepasan dapat ditempuh oleh seseorang sesuai dengan kemampuannya. Ada empat macam jalan kelepasan, yaitu Jnanayoga (jalan pengetahuan), bhaktiyoga (jalan bakti dan taat kepada tuhan), karmayoga (jalan beramal dengan ikhlas), dan rajayoga (jalan semadi). Mengenai 'kitab suci, Weda adalah kitab suci agama Hindu yang mengutamakan pengetahuan suci tcntang Sang Hyang Widhi dan perintah-perintahnya.
Ke dalam Weda tercakup kitab-kitab Upanishad, Wedapari krama. Bhagavadgita dan Sang Hyang Kamahayanikan. Kitab-kitab tersebut wajib dibaca dan dipelajari oleh segenap umat Hindu, tidak terbatas hanya pada kalangan pendeta saja. Karena itu lalu muncul pula beberapa kitab semacam Smriti, berupa Manu-Smriti dan Sarasamuccaya, kitab-kitab Parana,
kitab-kitab Itihasa. dan Wiracarita. Terlepas dari kebenaran yang mereka percaya, pengertian kitab suci di Bali agaknya berbeda dengan di India, apalagi dengan agama Brahmana, yang sudah amat jauh perbedaannya. Mengenai masalah kasta atau caturvarna, yang semula selalu dikaitkan dengan persoalan kelahiran, maka pada agama Hindu di Bali sudah memperoleh pengertian yang lain juga.
Dikatakan, varna adalah sifat dan bakat kelahiran dalam mcngabdi masyarakat, yang mementingkan sumber gairah kerja, minat atau bakat, untuk berkarya. Kasta brahmana adalah golongan orang yang mengabdi pada masyarakat karena memiliki sumber gairah dan minat untuk menyejahterakan masyarakat, negara.dan rakyat dengan jalan mengabdikan dan mengamalkan ilmu pengetahuannya sehingga mampu memimpin masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, bernegara dan beragama. Ksatria adalah golongan orang yang mengabdi pada masyarakat karena mempunyai sumber gairah dan minat untuk memimpin dan mempertahankan kesejahteraan masyarakat berdasarkan agamanya. Waisya adalah orang yang mengabdi kepada masyarakat karena mempunyai sumber gairah dan minat untuk menyelenggarakan kemakmuran negara, masyarakat dan kemanusiaan dengan jalan mengabdikan dan mengamalkan watak-watak tekun, terampil, hemat dan cermat. Adapun sudra adalah orang yang mengabdi kepada masyarakat karena memiliki sumber gairah dan minat untuk memakmurkan masyarakat dengan jalan mengabdikan kekuatan jasmani dan ketaatannya kepada seluruh masyarakat. Dengan pengertian caturvarna seperti itu, berarti sudah tidak ada lagi persoalanpersoalan yang timbul karena pengertian bahwa kasta (bahkan juga karma) seseorang itu ditentukan oleh kelahiran.
Dalam perkembangan, ajaran agama Hindu di Bali sudah mengalami perubahan-perubahan yang begitu jauh dibanding pengertian semula di tempat asalnya yaitu India, bahkan sudah menyesuaikan dengan Indonesia. Agama ini sudah tidak terbatas hanya di Bali saja, tetapi, seperti telah disebutkan di atas, dengan mobilitas yang tinggi, agama Hindu (Bali) sudah memperluas diri dengan sendirinya.

Sumber Referensi :
Anonim, Wikipedia. Wikipedia.go.id. Perkembangan Agama Hindu. Diakses tanggal 14 September 2014.
Harun Hadiwijono, format Pdf. Sejarah dan Ajaran Agama Hindu dan Kristen. Diakses tanggal 14 September 2014.
Susanti, 2012. http://susanti-vip.blogspot.com/2012/05/perkembangan-agama-hindu-di-india.html. Perkembangan Agama Hindu di India. Diakses tanggal 14 September 2014.
Anonim, Stitidharma. http://www.stitidharma.org/sekilas-sejarah- dan-per- kembangan-hindu/. Sekilas Sejarah dan Perkembangan Hindu. Diakses tanggal 14 september 2014.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar